Breaking News

Thursday 20 May 2010

Keindahan Alam Banten


Pandegalang, Kota yang masih Sejuk, yang dipenuhi dengan pepohonan nan hijau, Gunung-gunung yang begitu mempesona yang nikmat untuk kita pandang, sawah-sawah yang masih dipadati dengan padi yang begitu indah dan Udaranya yang masih begitu segar yang hanya baru tercemari oleh asap-asap dari knalpot kendaraan, Lain halnya dengan Cilegon yang Alamnya begitu gersang, Pohon-pohon ditebang, sawah-sawah disulap menjadi bangunan-bangunan industri, Gunung-gunung dihancurkan dengan dalih pembangunan yang ujung-ujungnya adalah hanya sekedar memenuhi hasyrat kerakusan duniawi.


Angin berhembus menampar-nampar mukaku. motor Honda Grand tahun 1997 melaju dengan kecepatan 80, meliuk-liuk meratapi jalan menyusuri jalan mancak sampai dengan mandalawangi. Kami berempak (sayuti, Arom, Ihwani dan pamanku Sarmawi ) bermaksud mengunjungi Waterpack yang orang sering menyebutnya dengan istilah Cikole nya. salah satu tempat rekreasi yang ada di wilayah Pandeglang Banten. Kami sengaja melintasi jalur belakang melewati jalur mancak, paninjauan, Gunungsari, Ciomas, mandalawangi padahal tujuan kami cuma Majasari tapi kami tersesat sampai dengan Jiput menes. Lucu kan ?? karena aku yakin paman aku tau tempat itu aku sih ikut aja ehh,,,tau-tau nya belum pernah kesana juga. ketika sampai jiput kami berhenti sebentar sambil mampir di penjual Mie ayam yang bernama pak Parta yang sebenarnya mengaku orang Petir ia berjualan Mie ayam semenjak tahun 70 an dan kini dalam satu hari ia mampu menjual Mie lebih dari seratus mangkok. Wah luar biasa coba kalau kita hitung 5000 kali 100 lima ratus ribu man yah paling potong modal berapa sih... ternyata semua itu tidak terlepas dari kerja keras begitu celoteh pak karta.. Gampang kan cari duit... Kita kebanyakan gengsi sih....

kami berangkat sekitar pukul 9.00 dan sampai di sebuah kampung Pasir Guni ketika aku tanya sesusai sholat dhuzuhur pada warga situ. saya pikir sudah dekat setelah sholat kami melanjutkan perjalanan ternyata buntu... kemudian Arom yang ikut denganku bertanya kang kok ini jalannya jelek sih padahal kalo aku lihat di gambar bagus. Ehh rupanya tersesat juga. Malu bertanya sesat di jalan begitulah ada sebuah pepatah hingga akhirnya aku putuskan bertanya setiap ada persimpangan. hingga akhirnya sampai juga pada tempat yang dituju. Sebuah patung ular di iringi kepulan uap menyambut kedatnagan kami. Cikole dihari-hari biasa tidak seramai hari sabtu minggu. kantin-kantin yang ada di dalam tutup konon kata salah satu karyawan hanya buka hari sabtu dan minggu.

Setelah kami bersantai ria, melihat pemandangan yang indah sambil sesekali memandangi Pegunungan yang indah yang masih sejuk dan rindang dengan pepohonan nan hijau. tidak seperti di Cilegon gunung-gunung yang ada di Merak dihancurkan hanya untuk memuaskan nafsu-nafsu serakah para orang-orang yang haus dengan Dunia dengan dalih pembangunan. Tapi juga menghancurkan isi alam dan keindahannya.

Setelah kami puas. kami bertiga segera keluar, sementara diluar paman saya sudah menunggu di warung yang berjejer rapih sambil sesekali menyeruput kopi yang ada ditangannya. dan Ketika kami hendak pulang langit tiba-tiba hitam mencekam dan tidak lama kemudian menjatuhkan butiran-butiran air yang begitu derasnya. kami sempat berteduh sejenak, tapi pada akhirnya kami putuskan untuk berangkat.

Air hujan mengguyur tubuhku. menari-nari di depanku membuat mataku terhalang sesekali aku usap mukaku yang terguyur air hujan. untuk pulang kami putuskan untuk melewati jalan depan melewati Serang. kami terus berjalan melewati jalan Kota hingga sampailah di Alun-alun Pandeglang sebuah jantung Kota yang hampir semua di sebuah Kota memiliki alun-alun kecuali Kota Cilegon yang lebih suka membangun gedung-gedung baru, JLS, Pelabuhan, Terminal terpadu dll. padahal alangkah baiknya jika Cilegon dibuatkan Alun-alun sebagai pusat untuk menghilangkan kejenuhan sbersama teman dan keluarga, seperti halnya alun-alun serang yang selalu dipadati orang setiap hari, kan lumayan tuh bisa menambah penghasilan bagi para pedagang kaki lima yang menggantungkan hidupnya dari berjualan di pinggir jalan, yang terkadang harus bermain kucing-kucingan dengan para Polisi Pamong Praja karena dianggap pedagang Liar yang berjualan semau dewek.

No comments:

Post a Comment

Side Ads

Connect Us

Footer Ads

Recent

Designed By VungTauZ.Com